Penulis : Neng Dara Affiah
Cetakan : April 2009
Penerbit : Nalar Jakarta
Tebal : X + 122 Halaman
Feminisme memang sudah menjadi momok yang sering sekali dibahas pada dewasa ini. Terlebih banyak juga forum diskusi khusus yang membahas mengenai wacana tersebut. Namun jujur saja wilayah baca saya yang sangat minim membuat saya sangat asing dengan pembawaan cerita buku ini, namun setelah saya cerna lebih lanjut namun asik juga, karena pembawaan cerita yang memang berdasarkan pengalaman hidup, perjuangan intelektual. Dalam hal ini saya cukup terkesan akan karya dari dosen saya sendiri ditempat saya menimba ilmu yaitu Ibu Neng Dara Affiah dosen Metode Kualitatif dari FISIP UIN Jakarta, saya juga bangga karena beliau selain mengajar di akademisi juga aktif dalam pengurus organisasi di Pimpinan Pusat Fatayat NU, juga aktif di organisasi penelitian internasional yang berorientasi pemberdayaan perempuan di masyarakat dengan negara-negara berbasis Muslim yang tergabung dalam Women’s Empowerment in Muslim Contexts (WEMC), Organisasi ini membahas mengenai pemberdayaan perempuan. Dan pengalaman sebagai komisioner di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Bersama para komisioner lainnya, lembaga ini berorientasi untuk memperkecil tindak kekerasan terhadap perempuan. Ia juga terinspirasi dengan sosok neneknya Hj. Masyitoh. Beliau adalah seseorang feminis yang lahir dari interaksi kehidupan sekitar. Neneknya adalah perempuan yang berdaulat atas dirinya dan tidak tunduk ketika harus berhadapan dengan pemuka agama laki-laki. Kharismanya sangat lah kental sehingga warga sekitar menaruh penghormatan padanya.
Sejak SD Ibu Neng Dara Affiah juga terbiasa dengan berbagai bacaan berat yang membuat identitas keislamannya terbangun, memasuki remaja ia memilih untuk memasuki pesantren di Serang namun disana ia merasa dirinya tidak berkembang akhirnya pindah ke pesantren di Tasikmalaya, di sana ia mulai merasakan kesejukan Islam dan nuansa spiritual yang damai. Ia menyadari, keihklasan adalah puncak kepasrahan diri seorang Muslim kepada Sang Pencipta dan membuatnya lebih menghayati keindahan Islam. Lalu ia melanjutkan studi nya untuk mendapatkan pendidikan sarjana di IAIN Jakarta dari jurusan perbandingan agama fakultas Ushuluddin, yang mana yang awalnya merasa salah jurusan justru intelektualnya terbentuk Karena disitulah ia belajar agama-agama lain, termasuk, Hinduisme, Budhisme, Sintoisme, Taoisme dan Konfusianisme. Ia mulai menyadari bahwa kebenaran itu bisa dilihat dari pandangan agama lain. Lewat berbagai pengalaman dan pendidikanya itulah Ibu Neng Dara Affiah membuat sebuah buku Muslimah Feminis, Penjelajahan Multi Identitas.
Buku Muslimah Feminis Penjelajahan Multi Identitas ini membahas identitas etnis, gender, agama dan identitas negara. Pada setiap identitas tersebut terdapat nilai-nilai, adat-istiadat dan tradisi yang dalam kehidupan seseorang terkadang saling bertabrakan, menguatkan dan satu sama lain saling melengkapi. ia mengungkapkan bahwa etnisitas adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang meskipun berada jauh dari kampung halamannya. Ia melihat Banten sebagai sebagai kawasan yang kental dengan nuansa islam. Kemudian terbentuk dinamikanya secara perlahan. Ia menyadari bahwa selain kental dengan islam, Banten juga kental dengan nuansa politik sehingga pusaran antara agama, politik, dan tradisi keilmuan menjadi tempat ia kecil tumbuh.
Aktivitas penulis pada akhirnya membawanya bepergian ke berbagai negara. Di dalam perjalanannya menyiratkan pengalaman dan juga penghayatannya dengan identitas muslimahnya. Pada saat penulis berada di Finland, penulis merasa sebagai kelompok minoritas dikarenakan pada saat itu hanya penulis yang merupakan satu-satunya muslimah yang menghadiri pertemuan feminis. Sebuah pengalaman lainnya yang dirasakan oleh penulis pada saat berada di pesawat yaitu penulis merasa bahwa di luar sana islam identik dengan cadar dan poligami, sebuah identitas yang buruk untuk islam dan pandangan yang buruk terhadap islam di mata dunia. Hingga pada akhirnya penulis merasakan sebuah titik perbedaan terhadap nuansa islam di Amerika.
Dalam konteks buku ini, saya melihat perjalanan Ibu Neng Dara menuju subjek yang utuh. Berawal dari objek aturan keluarga sampai ketika ia menginginkan hak untuk memilih jalan hidupnya. Semua ia lalui untuk mendapatkan kedaulatan atas dirnya. Sifat ayahnya yang cenderung antagonis, akhirnya menjadi luluh dan peduli terhadap pendiriannya. Keteganganpun mencair dan proses memahami berjalan baik antara ia dan ayahnya. Selain itu, proses penghormatan atas ketauladanan neneknya menambah teguh ia untuk meraih subjektivitasnya secara untuh. ia berusaha menjadi subjek yang religius sekaligus subjek yang feminis. Tentunya ini menjadi proses yang penuh gejolak emosi dan intelektual yang sengit.
Sebenarnya buku ini nyaman untuk dibaca dan dipahami terlebih mahasiswa sosiologi yang memang sangat beririsan mengenai tema bacaan tersebut. namun dilain aspek saya rasa di dalam buku ini hanya ditonjolkan sebuah identitas keperempuan dan keislamannya. Untuk bagian identitas etnisitas dan kebangsaan kurang terlalu dibahas mendalam seperti tulisan identitas perempuan dan keislaman. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan, saya menilai buku ini baik untuk dikonsumsi oleh muslimah di Indonesia. Buku ini, menawarkan solusi yang kongkret tentang posisi perempuan dalam islam, kritis terhadap teks-teks agama, dan menginspirasi perempuan agar terangkat dari posisi yang subordinat. Sehingga, sebagai mayoritas, Muslimah Indonesia bisa membawa kehidupan perempuan ke arah yang lebih baik.
Bhenar Hafiz Zulfikar
11161110000031 – SOS 4A
Posting Komentar